Berita GameGame ArcadePCUlasan Game

Review Call of Duty Black Ops 7 – Kembali ke Akar atau Sekadar Daur Ulang?

Ulasan jujur CoD Black Ops 7: Inovasi atau nostalgia?

Review Call of Duty: Black Ops 7 – Kembali ke Akar atau Sekadar Daur Ulang?
Review Call of Duty: Black Ops 7 – Kembali ke Akar atau Sekadar Daur Ulang?

Review Call of Duty Black Ops 7

idngaming.com – Halo, para pencinta game! Selamat datang di IDN Gaming, tempat di mana kita nggak cuma main game—tapi ngobrol jujur, ngerasain, dan kadang bahkan nangis karena kecewa atau terkesima. Kali ini, kita bahas sesuatu yang bikin seluruh komunitas Call of Duty berdebat sengit: Call of Duty: Black Ops 7. Apakah ini kembalinya legenda yang kita rindukan… atau cuma versi baru dari kopi yang sudah dingin?

Kalau kamu pernah main Black Ops 2 atau Black Ops 3 di masa kejayaannya, kamu pasti tahu rasanya. Suara tembakan yang menggema di ruang gelap, musik soundtrack yang bikin jantung berdebar, dan klimaks cerita yang bikin kamu ngerasa kayak lagi nonton film Christopher Nolan—tapi dengan senjata dan drone. Nah, Black Ops 7 datang dengan janji besar: “Kembali ke akar.” Tapi… apakah itu benar-benar terwujud? Atau cuma jargon marketing yang dibungkus dengan efek visual ciamik?

Aku mainin versi campaign-nya selama 8 jam. Dan jujur? Awalnya aku seneng banget. Opening sequence-nya—dengan adegan tentara bayaran di hutan Amazon, ledakan nuklir mini, dan suara narator yang mirip suara mantan presiden yang lagi ngomongin konspirasi—langsung nyentuh nostalgia. Ini beneran nuansa Black Ops. Tapi… setelah jam ke-4? Ada yang berubah.

Ulasan jujur CoD Black Ops 7: Inovasi atau nostalgia?

Ceritanya memang masih kental dengan elemen konspirasi pemerintah, AI yang sadar diri, dan rahasia militer yang nggak boleh diungkap. Tapi… rasanya seperti dibaca ulang dari skrip lama yang cuma diganti nama tokohnya. Alex Mason? Tidak ada. Frank Woods? Cuma muncul di flashback. Malah, protagonisnya sekarang seorang wanita bernama “Kira Vance”—yang suaranya keren, tapi karakternya terasa datar. Aku nggak bisa ngerasa empati sama dia. Dia kayak karakter yang dibuat biar “diverse”, bukan karena punya latar belakang yang dalam.

Dan ini yang bikin aku sedikit kecewa: Black Ops 7 sepertinya lebih fokus ke multiplayer dan battle royale (yang sekarang disebut “Blackout 2.0”) daripada cerita. Padahal, dulu, Black Ops itu kan dikenal karena ceritanya yang gelap, rumit, dan bikin mikir. Sekarang? Ceritanya jadi seperti prolog yang cuma ada buat ngejelasin kenapa kamu harus main mode online.

Multiplayer: Keren, Tapi Nggak Lagi Mengejutkan

Di sisi multiplayer, mereka nggak salah. Mode baru seperti “Tactical Assault” dan “Zero-G Combat” beneran keren—terutama kalau kamu main di peta luar angkasa (iya, beneran, kamu bisa nembak di luar stasiun ruang angkasa). Movement-nya lebih cepat, lebih fluid, dan ada sistem “Adaptive Loadout” yang bikin kamu bisa ganti senjata di tengah pertempuran. Ini yang bikin permainan jadi lebih dinamis.

Tapi… semua itu udah pernah ada di Modern Warfare III atau bahkan Apex Legends. Aku nggak merasa ini “revolusi”. Ini lebih ke evolusi kecil—yang keren, tapi nggak bikin kamu berteriak “WOW!” di depan TV.

Dan yang bikin aku ngelotok? Microtransactions masih ada. Bukan cuma skin, tapi juga perks yang bisa dibeli pakai COD Points. Ya, kamu bisa main gratis, tapi kalau kamu mau meta, kamu harus beli. Dan ini? Ini bikin aku ingat lagi kenapa aku mulai menjauh dari CoD sejak tahun 2019.

Blackout 2.0: Battle Royale yang Sudah Kehilangan Nyawa

Mode battle royale-nya? Masih ada. Tapi… rasanya kayak nonton ulang film Titanic versi 4K. Teknisnya bagus, peta lebih besar, ada drone serang dan senjata eksperimental. Tapi… nggak ada feel-nya lagi. Dulu, Blackout itu seperti permainan yang nggak bisa kamu tebak—kamu bisa bersembunyi di gedung, nyerang dari bawah tanah, atau bahkan lompat dari helikopter sambil nembak. Sekarang? Semuanya terasa… terlalu polished. Terlalu rapi. Terlalu safe.

Aku lebih suka Blackout versi lama yang penuh chaos, glitch, dan kejutan. Yang bikin kamu ngerasa kayak lagi ikut reality show survival—tapi pake RPG-7.

Kesimpulan: Bukan Kebangkitan, Tapi Peringatan

Jadi, apakah Black Ops 7 kembali ke akar? Jawabannya: tidak sepenuhnya.

Ini bukan game buruk. Justru sebaliknya—grafisnya luar biasa, suara efeknya memukau, dan gameplay-nya tetap sangat tight. Tapi… ini adalah game yang takut untuk berani. Mereka memilih aman. Mereka memilih mengulang formula yang udah terbukti berhasil—bukan mengeksplorasi apa yang sebenarnya membuat Black Ops istimewa: keberanian bercerita, kegelapan, dan ketidakpastian.

Kalau kamu penggemar CoD yang cuma mau main, nembak, dan menang—game ini bakal jadi favoritmu. Tapi kalau kamu, seperti aku, masih merindukan Black Ops yang bikin kamu ngerasa kayak lagi nonton Inception di tengah perang dingin versi dystopian… kamu bakal kecewa.

Ini bukan akhir dari seri. Tapi mungkin… awal dari kebingungan.

Penasaran sama kabar gaming terbaru? Yuk, kunjungi idngaming.com, portal berita game Indonesia yang selalu update dengan info terkini, tips, dan trik buat bikin pengalaman gaming-mu makin maksimal. Jangan lewatkan kesempatan untuk jadi bagian dari komunitas gamer terkece di Indonesia. Ayo, gaspol ke Los Santos sekarang!
Exit mobile version